MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL


Mekanisme yang harus ditempuh dalam setiap perselisihan adalah sebagai berikut;
−  Bipartit
−  Mediasi atau Konsiliasi atau Arbitrase
−  Pengadilan Hubungan Industrial (termasuk kasasi atau PK pada MA)

Semua jenis perselisihan ini harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah  secara  Bipartit,  apabila  perundingan  mencapai  persetujuan  atau  kesepakatan,  maka  persetujuan  bersama  (PB)  tersebut  di  catatkan  di  Pengadilan Hubungan  Industrial  (PHI),  namun  apabila  perundingan  ticlak  mencapai  kata  sepakat,  maka  salah  satu  pihak  mencatatkan  persel isihannya  ke  instansi  yang  bertanggung  jawab  dibidang  ketenagakerjaan pada Kabupaten/Kota.  Salah  satu  persyaratan  yang  mutlak  dalam  pencatatan  tersebut  adalah  bukti  atau  risalah  perundingan  Bipartit  (Pasal  3),  apabila  bukti  perundingan  tidak  ada,  maka pencatatannya  ditolak  selanjutnya  diberi  waktu  30  hari  untuk  melakukan  perundingan Bipartit,  jika perundingan menghasilkan kesepakatan (damai) maka akan dibuat Perjanjian  Bersama  (PB)  yang  akan  dicatatkan  ke  PHI,  jika  tidak  menemui  kesepakatan  dengan  bukti/risalah perundingan yang  lengkap, maka kepada para pihak ditawarkan  tenaga  penyelesaian  perselisihan  apakah  melalui  Konsiliator  atau  Arbitrase,  jika  para  pihak  tidak memilih  atau  justru memilik mediasi maka  perselisihan  tersebut  akan  diselesaikan  dalam forum mediasi. 

Mediator  adalah  PNS  yang  diangkat  oleh  Menteri  untuk  menangani  dan menyelesaikan  ke  4  jenis  perselisihan  dengan wilayah  kewenangan  pada Kabupaten/Kota.  Mediator  dalam menjalankan  tugasnya;  selalu menggunakan  penyelesaian  perselisihan  secara  musyawarah,  dan  apabila Mediator  tidak  berhasil menyelesaikan  perselisihan tersebut, maka Mediator wajib mengeluarkan Anjuran tertulis, dan apabila Anjuran Mediator diterima  oleh  para  pihak  maka  dibuat  Persetujuan  Bersama  (PB)  yang  selanjutnya dicatatkan  di  Pengadilan Hubungan  Industrial,  namun  apabila  Anjuran  tersebut  ditolak oleh  salah  satu  pihak,  maka  pihak  yang  keberatanlah  yang  mencatatkan perselisihannya ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Konsiliator bukan PNS, tapi masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat  oleh Menteri, dan mempunyai kewenangan  yang  sama dengan Mediator,  akan  tetapi  jenis  perselisihan yang dapat ditanganinya hanya perselisihan Kepentingan, Perselisihan PHK, dan  perselisihan  antar  Serikat  Pekerja/Serikat  Buruh  dalam  satu  perusahaan,

Arbiter  bukan  PNS  tetapi masyarakat  yang  telah mendapat  legitimasi  dan  diangkat  oleh Menteri, yang mempunyai wilayah kewenangan secara nasional, namun Arbiter  tidak berhak  menangani  perselisihan  Hak  dan  perselisihan  PHK,  tetapi  berhak  menangani perselisihan Kepentingan  dan  persel isihan  antar  Serikat   Pekerja/Serikat   Buruh.  Arbiter mengedepankan penyelesaian secara musyawarah, dan apabila dapat diselesaikan secara musyawarah maka dibuat Persetujuan Bersama (PB) dan  selanjutnya PB  tersebut didaftarkan  di  Pengadilan Hubungan  Industrial setempat, namun apabila  tidak  tercapai kesepakatan, maka Arbiter mengeluarkan putusan yang bersifat  final, dan apabila putusan Arbiter  tersebut  ternyata  melampaui  kewenangannya,  atau  ada  bukti-bukti  baru,  atau pemalsuan  data,  maka  pihak  yang  dirugikan  atau  yang  dikalahkan  dapat  mengajukan  pembatalan/pemeriksaan  kembali  ke Mahkamah Agung.

Pengadilan Hubungan  Industrial, dibentuk berdasarkan UU No.2  tahun 2004,  dan berada  pada  setiap Kabupaten Kota  (Pengadilan Negeri),  Ketua Pengadilan Hubungan  Industrial  adalah  Ketua  Pengadilan  Negeri  setempat,  dengan  Majelis Hakim  terdiri  dari:  satu Ketua Majelis  dari Hakim karier, dua  anggota Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja yang di angkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Pengadilan  Hubungan  Industrial  berwenang  menangani  ke  4  jenis  perselisihan, dengan  ketentuan  bahwa  pada  tingkat  pertama  dan  terakhir  untuk  perselisihan  kepentingan dan  perselisihan  antar  Serikat  Pekerja/Serikat  Buruh  dalam  satu  perusahaan. Sedangkan tingkat pertama untuk jenis perselisihan hak, dan perselisihan PHK.

Pada Mahkamah Agung  telah diangkat Majelis Hakim Hubungan  Industrial, yang diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Ketua Majelis adalah Hakim Agung dan dua anggota Majelis terdiri dari Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur  pengusaha  dan  unsur  pekerja,  yang  berwenang  menangani  perselisihan  hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja.






Dasar Hukum (Lingkup Pembahasan):
UU No. 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Sistimatika UU No. 2 (terdiri dari 8 BAB);
1.      Bab I (Pasal 1 – 5) tentang Ketentuan Umum (Definisi, dan Ruang Lingkup secara Umum
2.      Bab II (Pasal 6 – 54) tentang Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(Penyelesaian Bipatrit, Konsiliasi, Mediasi, dan Arbitrase);
3.      Bab III (Pasal 55 -80) tentang Pengadilan Hubungan Industrial (Ruang Lingkup PHI; Hakim, Panitera, Panitera Pengganti PHI secara Umum);
4.      Bab IV (Pasal 81 – 115) tentang Penyelesaian Perselisihan Melalui PHI (Hukum Acara dalam PHI, Pengambilan Putusan, dan Upaya Hukum Kasasi);
5.      Bab V (Pasal 116 – 122) tentang Sanksi Administrasi dan Ketentuan Pidana (bagi Mediator, Panitera, Konsiliator, Arbiter);
6.      Bab VI (Pasal 123) tentang Ketentuan Lain-lain;
7.      Bab VII (Pasal 124) tentang Ketentuan Peralihan;
8.      Bab VIII (Pasal 125 - 126) tentang Ketentuan Penutup (Tidak Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta);


Pengertian;

1.   Pasal 1(1). Perselisihan Hubungan  Industrial  adalah  perbedaan  pendapat  yang mengakibatkan  pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat  buruh  karena  adanya  perselisihan  mengenai  hak,  perselisihan  kepentingan,  perselisihan  hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
2.  Pasal 1(2). Perselisihan Hak adalah perselisihan yg timbul karena  tidak dipenuhinya hak, akibat adanya  perbedaan  pelaksanaan  atau  perbedaan  penafsiran  terhadap  ketentuan UU, PK, PP atau PKB.
3.  Pasal 1(3). Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan  yg  timbul  dalam hubungan kerja karena  tidak  adanya  kesesuaian  pendapat mengenai  pembuatan  dan  atau  perubahan  syarat-syarat  kerja  dalam  PK,  PP atau PKB.
4.   Pasal 1(4) perselisihan  phk adalah perselisihan yang  timbul  karena  tidak  adanya  kesesuaian  pendapat mengenai  pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
5.   Pasal 1(5) Perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan adalah perselisihan  antara  SP/SB  dalam  satu  perusahaan  karena  tidak  adanya  kesesuaian  paham  mengenai  keanggotaan,  pelaksanaan  hak  dan  kewajiban keserikatan.
6.  Pasal 2,  jenis-jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu;
a.     perselisihan hak;
b.     perselisihan kepentingan
c.     perselisihan PHK, dan
d.     perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan.
7.  Pasal 3 (1) Semua jenis perselisihan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara  Bipartit.


Alur Tahapan PPHI

1.   Perundingan Bipatrit – penyelesaian 30 hari( Pasal 3)- pasal2 yg mengatur; pasal 3, 6 dan 7  
a.     Perselisihan Hak;
b.     Perselisihan Kepentingan;
c.     Perselisihan PHK;
d.     Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan.
2.   Mediasi/Instansi Pemerintah yg kompeten
      penyelesaian 30 hari  (psl 15), psl2 yg mengatur: 8 sd 16.
a.     Perselisihan Hak;
b.     Perselisihan Kepentingan;
c.     Perselisihan PHK;
d.     Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan.



3.   Konsiliasipenyelesaian 30 hari  (psl 25), pasal2 yg mengatur; 17 sd 28
a.     Perselisihan Kepentingan;
b.     Perselisihan PHK, dan;
c.     Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan;
4.  Arbitrase – penyelesaian 30 hari (psl 40), psl2 yg mengatur; 29 sd 54
a.     Perselisihan Kepentingan;
b.     Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan;
       5.   Pengadilan Hubungan Industrial – penyelesaian 50 hari kerja (psl 103), psl2 yg mengatur 55 - 112
a.     Perselisihan Hak; (dapat dikasasi , psl 110)
b.     Perselisihan Kepentingan; (putusan akhir, psl 109)
c.     Perselisihan PHK;  (dapat dikasasi, psl 110)
d.     Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan. (putusan akhir, psl 109)
6.   Kasasi pada MA – penyelesaian 30 hari  (psl 115), psl2 yg mengatur 110 sd 115
a.     Perselisihan Hak; (dapat dikasasi , psl 110)
b.     Perselisihan PHK;  (dapat dikasasi, psl 110)
7.   Pembatalan Putusan (PK) pada MA- penyelesaian 30 hari (52(3)), psl yg mengatur; psl 52 (ayat 1 -3)
a.     Putusan arbiter yg diduga; (psl 52(2))
   I.   surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu;
                         II.    setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang    disembunyikan oleh pihak lawan;
                   III.    putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam    pemeriksaan perselisihan;
                      IV.    putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial atau
                      V.     putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


Lex semper dabit remedium.
The law always give a remedy

















Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan adanya pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan buruh ataupun serikat buruh. Berikut ini informasi latar belakang dan tata cara penyelesaian perselisihan tersebut. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan adanya pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan buruh ataupun serikat buruh karena adanya:
  1. Perselisihan Hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya hak buruh akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
  2. Perselisihan Kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
  3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak;
  4. Perselisihan antar Serikat Buruh, yaitu perselisihan antara serikat buruh dengan serikat buruh lainnya dalam satu perusahaan, dikarenakan tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban serikat buruh.
Terhadap hal tersebut disebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan hubungan industrial ini dimungkinkan untuk dapat diselesaikan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Berikut di bawah ini penjelasan lebih lanjut mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat dilakukan:
  1. Penyelesaian melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua pihak antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun apabila dalam perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mendaftarkan kepada pejabat Dinas Tenaga Kerja setempat yang kemudian para pihak yang berselisih akan ditawarkan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui jalan mediasi, konsiliasi atau arbitrase;
  2. Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker, yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial, namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan mengeluarkan anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama;
  3. Penyelesaian melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undang-undang PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker sebagaimana mediasi) dalam menyelesaikan perselisihan kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam hal terjadi kesepakatan maka akan dituangkan kedalam perjanjian bersama dan akan didaftarkan ke pengadilan terkait, namun bila tidak ada kata sepakat maka akan diberi anjuran yang boleh diterima ataupun ditolak, dan terhadap penolakan dari para pihak ataupun salah satu pihak maka dapat diajukan tuntutan kepada pihak lain melalui pengadilan hubungan industrial;
  4. Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh menteri;
  5. Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian perselisihan melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih diperbolehkan upaya hukum ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak puas atas keputusan PHI, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bilamana terdapat bukti-bukti baru yang ditemukan oleh salah satu pihak yang berselisih.
Demikian penjelasan semoga bermanfaat. 
sumber tanyahukum.com 
TwitterDeliciousFacebookDiggStumbleuponFavoritesMore

Berita Populer

Jual beli hak atas tanah merupakan proses peralihan hak yang sudah ada sejak jaman dahulu. Jual beli ini didasarkan pada hukum Adat, dan...
Kurang atau minimnya bukti kepemilikan atas tanah menjadi salah satu penyebab dari minimnya proses pendaftaran...
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat ...
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 Tentang Peny...
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan adanya pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengus...
Jasa Pendirian Usaha

Pengunjung Kami

Flag Counter










Halaman 1 dari 1

PROSEDUR PELAYANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN
Pemohon
(Masyarak
at)
Staf
sekretaria
t
Kepala
Dinas Sekretaris Kepala
Bidang Sekretaris Waktu Output
1 3 4 5 6 8 10 11 12
1 10 menit Agenda surat masuk Persyaratan : surat
pengaduan secara tertulis
dari pemohon
2 15 menit Form Disposisi surat
3 15 menit Disposisi kepala dinas
4 15 menit Buku distribusi surat
yang telah diparaf
5 15 menit Disposisi Sekretaris
6 2 hari Konsep Surat jawaban
pengaduan
7 15 menit Konsep Surat jawaban
pengaduan
8 15 menit Surat jawaban
pengaduan
9 15 menit Surat jawaban
pengaduan
10 15 menit Surat jawaban
pengaduan
Form disposisi surat
No.
2
Persyaratan/ Kelengkapan
9
Mutu Baku
Mencatat surat permohonan kedalam
buku agenda dan menyampaikan surat
permohonan kepada Kepala Dinas
Agenda surat masuk
Menyusun konsep jawaban pengaduan
yang berisi penjelasan dan bilamana
perlu berisi kesanggupan untuk
perbaikan terhadap pelayanan sesuai
dengan pengaduan masyarakat.
Konsep diserahkan kembali kepada
sekretaris
Surat pengaduan
Konsep surat jawaban
pengaduan
Keterangan
Pelaksana
Uraian Prosedur
Disposisi Kepala Dinas
Menyampaikan surat pengaduan ke
Sekretariat Dinas Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi Kota Malang
Menyampaikan surat pengaduan dan
disposisi kepala dinas kepada
Sekretaris .
Mendisposisi surat kepada sekretaris
untuk memproses pengaduan dan
menyerahkan disposisi kepada staf.
Disposisi kepala dinas dan buku
distribusi surat ke bidang
Surat jawaban pengaduan
Menandatangani konsep jawaban
pengaduan dan mengembalikan
kepada staf sekretariat.
Menerima surat jawaban atas
pengaduan.
Disposisi sekretaris dan surat
pengaduan
Mengagenda dan menyerahkan
jawaban pengaduan kepada pemohon.
Konsep surat jawaban
pengaduan
Surat jawaban pengaduan
Memeriksa dan memaraf konsep
jawaban pengaduan dan meneruskan
kepada Kepala Dinas.
Memerintahkan kepada Kepala Kepala
Bidang terkait untuk menindaklanjuti
pengaduan.
Tidak
Ya
Halaman 1 dari 1
Halaman 1
Ups!
Terjadi masalah saat memuat laman lainnya. Mencoba kembali...
1 dari 1
Pelayanan Pengaduan.pdf
Pelayanan Pengaduan.pdf
Menampilkan Pelayanan Pengaduan.pdf.

PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU
Antara
Perusahaan ………………………………….. dengan Pekerja ……………………………………………………..
Yang bertanda tangan dibawah ini   :
1.           Nama                  : ……………………………………………………..
              Jabatan               : ………………………………………………………
              Bertindak untuk dan atas nama
              PT. ………………………………………………………………………………
              Alamat                : ………………………………………………………..
              Selanjutnya disebut Pihak Pertama
2.           Nama                  :……………………………..
              Tmpt/Tgl Lahir  : ……………………………..
              Alamat                : ……………………………
              Selanjutnya disebut Pihak Kedua
Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah sepakat dan saling mengikat diri untuk membuat Perjanjian Kerja Waktu tertentu (PKWT) dengan ketentuan sebagai berikut   :
Pasal  1
Pihak Pertama bersedia menerima dan mempekerjakan Pihak Kedua sebagai pekerja dengan jabatan di perusahaan PT …………………………. Yang berlokasi di ……………………………………. Untuk jangka waktu selama terhitung mulai tanggal penandatanganan Surat Perjanjian Kerja ini.
Pasal 2
Pihak Kedua sanggup mentaati peraturan yang dibuat oleh Pihak Pertama tanpa merasa dipaksa oleh Pihak Pertama
Pasal 3
Pihak Pertama berhak untuk memindahkan/memutasikan Pihak Kedua  ke Daerah/bagian lain sepanjang diperlukan  oleh  Pihak Pertama, dengan biaya Pihak Pertama dan tidak mengurangi upah yang telah diterima oleh Pihak Kedua.
a


Pasal 4
Untuk pekerjaan yang dilakukan oleh Pihak Kedua, Pihak Pertama membrikan upah kepada Pihak Kedua, sebesar Rp. …………………………..Dengan perincian sebagai berikut  :
a. Gaji Pokok   : ………………………………….
b. Tujangan     : ………………………………….
Pasal 5
Dalam pembayaran upah sebagaimana disebutkan pada pasal 4 Pihak Pertama akan memberikan Kepada Pihak Kedua setiap tanggal 1, apabila tanggal tersebut jatuh pada tanggal hari libur nasional, maka akan dibayarkan pada hari berikutnya.
Pasal 6
Disamping upah sebagaimana disebutkan pada Pasal 4, Pihak Pertama akan memberikan kepada Pihak Kedua tunjangan berupa  :
a. Tunjangan kehadiran
b. Tunjangan keluarga (Istri dan 2 anak)
c. Tunjangan makan
Pasal 7
Yang dimaksud isteri pada pasal 6 adalah isteri yang sah menurut perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud anak adalah yang berumur kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah.
Pasal 8
Selama Pihak kedua sakit Pihak Pertama akan menjamin kehidupan Pihak Kedua dengan ketentuan sebagai berikut   :
a. Untuk 4 (empat) bulan pertama dibayar 100 % dari upah
b. Untuk 4 (empat bulan kedua dibayar 75 % dari upah
c. Untuk 4 (empat) bulan ketiga dibayar 50 % dari upah
d. Untuk 4 (empat) bulan keempat dibayar 25 % dari upah






Pasal 9
Pihak Kedua diikutkan dalam program Jamsostek sesuai dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1992, PP. No. 14 tahun 1993 yo PP. 79 tahun 1999 dan Permenaker No. 3/Men/1994
Pasal  10
Pihak Kedua mendapatkan hak cuti selama 12 (dua belas) hari kerja dan mendapatkan upah penuh setelah bekerja terus menerus selama 12 (dua belas) bulan
Pasal 11
Jumlah anak yang menjadi tanggungan sebagaimana disebutkan pada Pasal 6 adalah 2 (dua) anak dibawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum menikah.
Pasal 12
Pihak Pertama akan memberikan fasilitas kepada Pihak Kedua berupa  :
a. Pengobatan
b. Kendaraan bermotor
Pasal 13
Perjanjian Kerja ini berakhir pada tanggal ………………………………………………………………… dengan berakhirnya Perjanjian Kerja tersebut segala hak dan kewajiban akan berakhir pada tanggal dan hari berakhirnya perjanjian Kerja ini.
Pasal 14
Bilamana Pihak Pertama akan memperpanjang Perjanjian Kerja dengan disetujui oleh Pihak kedua. Maka Pihak Pertama harus memberitahukan terlebih dahulu kepada Pihak Kedua, paling lambat 2 (dua) Minggu sebelum perjanjian Kerja ini berakhir.
Pasal 15
Kedua belah Pihak sepakat bahwa hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian Kerja ini, akan berpedoman kepada ketentuan …………….. Peraturan …………………… perundang-undangan ketenagakerjaan atau kebiasaan yang berlaku







Pasal 16
Bilamana terjadi perselisihan atau salah satu pihak tidak puas tentang perjanjian Kerja yang dibuat, maka kedua belah pihak setuju menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat, bila tidak tercapai kata sepakat, maka penyelesaiannya akan dimintakan pemerataan Kekantor Dinas Tenaga Kerja setempat.
Pasal 17
Perjanjian Kerja ini dibuat rangkap 3 (tiga) yaitu masing-masing 1 (satu) untuk Pihak Pertama dan Pihak kedua, dan 1 (satu) untuk Kantor Disnaker setempat dan setelah dibaca dan dimengerti isinya, maka kedua belah pihak-pihak mendatangani Perjanjian Kerja ini. Perjanjian Kerja ini dapat dirubah dan/atau diperbaiki apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekliruan/kesalahan dalam pembuatannya.

                                                                                                                   Jakarta , ………………………………..
     PIHAK KEDUA                                                                                                         PIHAK PERTAMA


     -----------------                                                                                                                  ----------------------------
                                          
Saksi – saksi
1. ……………………………………..
2. ………………………………………










PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (TETAP)

Yang bertanda tangan dibawah ini :
Masing-masing *)
Yang bertanda tangan dibawah ini   :
1.         Nama              : ……………………………………………………..
            Alamat             :
            Jabatan           : ………………………………………………………
            Dalam hal ini bertindak untuk dan atas Nama (……………………) berkedudukan di
(…………………………..) selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA

2.         Nama              :……………………………..
            Alamat             : ……………………………
            Dalam hal ini bertindak untuk dan atas Nama (……………………) berkedudukan di
(…………………………..) selanjutnya disebut PIHAK KEDUA

Pada hari ini (…………………)Tanggal (…………..) Bulan (………………..) dengan memilih dan mengambil tempat dikantor (………………………) PIHAK PERTAMA DAN PIHAK KEDUA setuju dan sepakat untuk mengikatkan diri dalam satu perjanjiankerja dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

PASAL 1
1.     Perjanjian kerja ini adalah perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) dengan masa percobaan (bulan yang dihitung sejak penandatanganansurat perjanjian ini
2.     Selama masa percobaanPIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dapat mengakhiri secara sepihak hubungan kerja tanpa ada tuntutan imbalan dalam bentuk apapun juga dari pihak lainnya.

PASAL 2        
1.     Jenis pekerjaan yang diterima oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUAadalah pekerjaan (……………..) PT.(…………………………..)
2.     Dengan memperhatikan kemampuan dan keterampilan PIHAK KEDUA maka PIHAK PERTAMA dapat memberikan pekerjaan lain di lingkungan PT. (………………….)

PASAL 3
1.     PIHAK PERTAMA menyatakan sanggup memberikan gaji (……………..) setiap bulan kepada PIHAK KEDUA yang dibayarkan pada setiap tanggal (…….) setiap bulan (……………)
2.     Apabila tanggal pembayaran gaji tersebut jatuh pada hari libur atau yang diliburkan maka pembayaran upah  tersebut dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
3.     PIHAK PERTAMA manyatakan akan memberikantunjangan transportasi dan makan sjaminan kematiabasar Rp. )…………………..)setiap bulan kehadiran kerja PIHAK KEDUA
4.     Tunjangan sebagai mana disebut pada ayat 1 tidak akan diberikan apabila PIHAK KEDUA tidak hadir untuk kerja kecuali ksrena PIHAK KEDUA ditugaskan PIHAK PERTAMAuntuk melakukan tugas dinas dilingkungan kerja.

PASAL 4
1.     Hari kerja normal adalah (……………….)hari kerja dalam tujuh hari kalender
2.     Jam kerja normal di mulai pada pukul (……..)WIB dan berakhir pada pukul (…………..) WIB termasuk  (……….) jam istirahat.

PASAL 5
1.     Dalm hal tersedia pekerjaan yang harus segera diselesaikan atau bersifat mendesak dan PIHAK KEDUA diharuskan masuk kerja maka kelebihan jam kerja harus diperhitungkansebagai jam lembur
2.     Perhitungan besarnya upah lembur harus didasarkan pada perundang-undangan yang berlaku
3.     Pembayaran upah lembur akan dibayarkan bersamaan dengan pembayaran gaji yang akan diterima PIHAK KEDUA

PASAL 6
1.     PIHAK PERTAMA wajib mengikutsertakan PIHAK KEDUA pada Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang mencakup :
-         Jaminan Hari Tua
-        Jaminan Kecelakaan Kerja
-        Jaminan kesehatan


2.     Hak dan Kewajiban PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dalam mengikutsertakan pada Program Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja tersebut mengacu pada ketentuan yang berlaku.

PASAL 7
1. PIHAK KEDUA berhak mendapatkan cuti selama [...] hari kerja setelah PIHAK KEDUA bekerja selama [...] bulan secara terus menerus.
2. Apabila PIHAK KEDUA menggunakan hak cutinya sebagaimana diatur dalam ayat 1 harus diajukan selambat-lambatnya [...] hari kerja sebelum pelaksanaan cuti dengan mendapat pengesahan berupa tanda tangan dan izin dari atasan langsung PIHAK KEDUA.
PASAL 8
1. PIHAK KEDUA menyatakan bersedia dan sanggup bekerja pada PIHAK PERTAMA serta mematuhi dan mentaati seluruh peraturan tata tertib yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.
2. Apabila PIHAK KEDUA melakukan pelanggaran atas peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA maka atas pelanggaran tersebut PIHAK KEDUA dapat menjatuhi hukuman sebagai berikut.
a. Peringatan baik lisan maupun tertulis; atau b. Skorsing, atau
c. Pemutusan Hubungan Pekerjaan (PHK), atau
d. Hukuman dalam bentuk lain dengan merujuk kepada Peraturan Pemerintah yang mengaturnya.
PASAL 9
Selama berlakunya perjanjian kerja ini, PIHAK KEDUA dilarang untuk melakukan kerja rangkap diperusahakan lain dengan alasan apapun juga, kecuali apabila PIHAK KEDUA telah mendapat persetujuan secara tertulis dari PIHAK PERTAMA.
PASAL 10
Pemutusan hubungan kerja antara PIHAK PERTAMA dengan PIHAK KEDUA dapat dilakukan dengan tetap mengindahkan prosedur, syarat-syarat dan konsekuensi pengakhiran hubungan kerja sesuai ketentuan undang-undang ketenagakerjaan.




PASAL 11
1. Perjanjian kerja ini akan berakhir dengan sendirinya jika PIHAK KEDUA meninggal dunia.
2. Meninggalnya PIHAK PERTAMA tidak dapat menjadi alasan untuk mengakhiri perjanjian kecuali atas persetujuan tertulis PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA berhak mendapat kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan ketenagakerjaan.
3. Pengakhiran perjanjian dikarenakan PIHAK KEDUA meninggal dunia sebagaimana diatur pada ayat
1 maka seluruh hak atas kompensasi pengakhiran hubungan kerja tersebut menjadi hak ahli waris yang sah dari PIHAK KEDUA.
PASAL 13
Perjanjian kerja ini batal dengan sendirinya jika karena keadaan atau situasi yang memaksa, seperti: bencana alam, pemberontakan, huru-hara, kerusuhan, peraturan pemerintah atau apa pun yang mengakibatkan perjanjian kerja ini tidak mungkin lagi untuk diwujudkan.
PASAL 12
1. Perjanjian ini dan segala akibat hukumnya, hanya tunduk pada hukum dan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
2. Apabila terjadi perselisihan atas penafsiran dan atau pelaksanaan atas perjanjian ini diselesaikan secara musyawarah.
3. Dalam hal musyawarah seperti yang tersebut dalam ayat 2 tidak tercapai maka para pihak sepakat untuk memilih domisili hukum yang tetap pada kantor kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial [....................] untuk menyelesaikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
PASAL 13
Demikian perjanjian ini dibuat oleh para pihak dalam keadaan sadar, sehat jasmani dan rohani serta tanpa paksaan dari pihak manapun dalam rangkap 2 (dua) dan masing-masing bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
[ .........................] [............................]



1 komentar:

  1. Lucky 15 Casino & Hotel - Mapyro
    Find 목포 출장안마 your way around the casino, 창원 출장안마 find where 도레미시디 출장샵 to 통영 출장마사지 stay, and what's popular at Lucky 15 Casino & Hotel in Northfield. Rating: 2.4 평택 출장안마 · ‎25 votes

    BalasHapus