MEKANISME PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
01.03.00
By
SIFPPHI
1 komentar
Mekanisme yang harus ditempuh dalam setiap
perselisihan adalah sebagai berikut;
− Bipartit
− Mediasi atau Konsiliasi atau Arbitrase
− Pengadilan Hubungan Industrial (termasuk
kasasi atau PK pada MA)
Semua jenis perselisihan ini harus diselesaikan
terlebih dahulu melalui musyawarah secara Bipartit,
apabila perundingan mencapai persetujuan atau
kesepakatan, maka persetujuan bersama (PB)
tersebut di catatkan di Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI), namun apabila perundingan
ticlak mencapai kata sepakat, maka salah
satu pihak mencatatkan persel isihannya ke
instansi yang bertanggung jawab dibidang
ketenagakerjaan pada Kabupaten/Kota. Salah satu
persyaratan yang mutlak dalam pencatatan
tersebut adalah bukti atau risalah
perundingan Bipartit (Pasal 3), apabila
bukti perundingan tidak ada, maka pencatatannya
ditolak selanjutnya diberi waktu 30 hari
untuk melakukan perundingan Bipartit, jika perundingan
menghasilkan kesepakatan (damai) maka akan dibuat Perjanjian
Bersama (PB) yang akan dicatatkan ke
PHI, jika tidak menemui kesepakatan dengan
bukti/risalah perundingan yang lengkap, maka kepada para pihak
ditawarkan tenaga penyelesaian perselisihan
apakah melalui Konsiliator atau Arbitrase,
jika para pihak tidak memilih atau justru memilik
mediasi maka perselisihan tersebut akan diselesaikan
dalam forum mediasi.
Mediator adalah PNS yang
diangkat oleh Menteri untuk menangani dan
menyelesaikan ke 4 jenis perselisihan dengan
wilayah kewenangan pada Kabupaten/Kota. Mediator dalam
menjalankan tugasnya; selalu menggunakan penyelesaian
perselisihan secara musyawarah, dan apabila Mediator
tidak berhasil menyelesaikan perselisihan tersebut, maka Mediator
wajib mengeluarkan Anjuran tertulis, dan apabila Anjuran Mediator
diterima oleh para pihak maka dibuat
Persetujuan Bersama (PB) yang selanjutnya
dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial,
namun apabila Anjuran tersebut ditolak oleh
salah satu pihak, maka pihak yang
keberatanlah yang mencatatkan perselisihannya ke Pengadilan Hubungan
Industrial.
Konsiliator bukan PNS, tapi masyarakat yang telah
mendapat legitimasi dan diangkat oleh Menteri, dan mempunyai
kewenangan yang sama dengan Mediator, akan tetapi
jenis perselisihan yang dapat ditanganinya hanya perselisihan
Kepentingan, Perselisihan PHK, dan perselisihan antar
Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu
perusahaan,
Arbiter bukan PNS tetapi
masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan
diangkat oleh Menteri, yang mempunyai wilayah kewenangan secara nasional,
namun Arbiter tidak berhak menangani perselisihan
Hak dan perselisihan PHK, tetapi berhak
menangani perselisihan Kepentingan dan persel isihan
antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Arbiter mengedepankan penyelesaian secara musyawarah, dan apabila dapat
diselesaikan secara musyawarah maka dibuat Persetujuan Bersama (PB) dan
selanjutnya PB tersebut didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial setempat, namun apabila tidak tercapai
kesepakatan, maka Arbiter mengeluarkan putusan yang bersifat final, dan
apabila putusan Arbiter tersebut ternyata melampaui
kewenangannya, atau ada bukti-bukti baru, atau
pemalsuan data, maka pihak yang dirugikan
atau yang dikalahkan dapat mengajukan
pembatalan/pemeriksaan kembali ke Mahkamah Agung.
Pengadilan Hubungan Industrial, dibentuk
berdasarkan UU No.2 tahun 2004, dan berada pada setiap
Kabupaten Kota (Pengadilan Negeri), Ketua Pengadilan Hubungan
Industrial adalah Ketua Pengadilan Negeri
setempat, dengan Majelis Hakim terdiri dari: satu
Ketua Majelis dari Hakim karier, dua anggota Hakim Ad-Hoc
masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja yang di angkat oleh
Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Pengadilan Hubungan
Industrial berwenang menangani ke 4 jenis
perselisihan, dengan ketentuan bahwa pada tingkat
pertama dan terakhir untuk perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar Serikat
Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan. Sedangkan
tingkat pertama untuk jenis perselisihan hak, dan perselisihan PHK.
Pada Mahkamah Agung telah diangkat Majelis
Hakim Hubungan Industrial, yang diangkat oleh Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung. Ketua Majelis adalah Hakim Agung dan dua anggota Majelis
terdiri dari Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur pengusaha
dan unsur pekerja, yang berwenang menangani
perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja.
Dasar Hukum (Lingkup Pembahasan):
UU No. 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
Sistimatika UU
No. 2 (terdiri dari 8 BAB);
1.
Bab I (Pasal 1 – 5) tentang Ketentuan Umum (Definisi, dan Ruang Lingkup secara
Umum
2. Bab II (Pasal 6 –
54) tentang Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(Penyelesaian Bipatrit, Konsiliasi, Mediasi, dan Arbitrase);
3. Bab III (Pasal 55 -80) tentang Pengadilan
Hubungan Industrial (Ruang Lingkup PHI; Hakim, Panitera, Panitera Pengganti PHI
secara Umum);
4. Bab IV (Pasal 81 – 115) tentang
Penyelesaian Perselisihan Melalui PHI (Hukum Acara dalam PHI, Pengambilan
Putusan, dan Upaya Hukum Kasasi);
5. Bab V (Pasal 116 – 122) tentang Sanksi
Administrasi dan Ketentuan Pidana (bagi Mediator, Panitera, Konsiliator,
Arbiter);
6. Bab VI (Pasal 123)
tentang Ketentuan Lain-lain;
7. Bab VII (Pasal
124) tentang Ketentuan Peralihan;
8. Bab VIII (Pasal 125 - 126) tentang
Ketentuan Penutup (Tidak Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964
tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta);
Pengertian;
1. Pasal 1(1).
Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh
karena adanya perselisihan mengenai hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan hubungan kerja, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
2. Pasal 1(2).
Perselisihan Hak adalah perselisihan yg timbul karena tidak dipenuhinya
hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau
perbedaan penafsiran terhadap ketentuan UU, PK, PP atau PKB.
3. Pasal 1(3).
Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yg timbul dalam
hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat
kerja dalam PK, PP atau PKB.
4. Pasal 1(4)
perselisihan phk adalah perselisihan yang timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
5. Pasal 1(5)
Perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan adalah
perselisihan antara SP/SB dalam satu
perusahaan karena tidak adanya kesesuaian
paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak
dan kewajiban keserikatan.
6. Pasal 2, jenis-jenis perselisihan hubungan industrial,
yaitu;
a. perselisihan hak;
b. perselisihan kepentingan
c. perselisihan PHK, dan
d. perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat
Buruh dalam satu perusahaan.
7. Pasal 3 (1) Semua
jenis perselisihan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah
secara Bipartit.
Alur Tahapan PPHI
1. Perundingan
Bipatrit – penyelesaian 30 hari( Pasal 3)- pasal2 yg mengatur; pasal 3, 6 dan 7
a. Perselisihan Hak;
b. Perselisihan Kepentingan;
c. Perselisihan PHK;
d. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan.
2. Mediasi/Instansi Pemerintah yg kompeten –
penyelesaian
30 hari (psl 15), psl2 yg
mengatur: 8 sd 16.
a.
Perselisihan Hak;
b.
Perselisihan Kepentingan;
c.
Perselisihan PHK;
d.
Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan.
3. Konsiliasi
– penyelesaian 30 hari (psl 25),
pasal2 yg mengatur; 17 sd 28
a. Perselisihan Kepentingan;
b. Perselisihan PHK, dan;
c. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan;
4. Arbitrase
– penyelesaian 30 hari (psl 40), psl2 yg mengatur; 29 sd 54
a. Perselisihan Kepentingan;
b. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan;
5. Pengadilan
Hubungan Industrial – penyelesaian 50 hari kerja (psl 103), psl2 yg mengatur 55
- 112
a. Perselisihan Hak; (dapat dikasasi , psl 110)
b. Perselisihan Kepentingan; (putusan akhir, psl
109)
c. Perselisihan PHK; (dapat dikasasi, psl
110)
d. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan.
(putusan akhir, psl 109)
6. Kasasi pada MA – penyelesaian
30 hari (psl 115), psl2 yg mengatur 110 sd 115
a. Perselisihan Hak; (dapat dikasasi , psl 110)
b. Perselisihan PHK; (dapat dikasasi, psl
110)
7. Pembatalan
Putusan (PK) pada MA- penyelesaian 30 hari (52(3)), psl yg mengatur; psl 52
(ayat 1 -3)
a. Putusan arbiter yg
diduga; (psl 52(2))
I. surat atau
dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui
atau dinyatakan palsu;
II. setelah
putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan;
III. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan
oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan
perselisihan;
IV. putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan
industrial atau
V. putusan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan.
Lex semper
dabit remedium.
The law always
give a remedy
Perselisihan hubungan industrial
adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan adanya pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan buruh ataupun serikat buruh. Berikut
ini informasi latar belakang dan tata cara penyelesaian perselisihan tersebut.
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
adanya pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan buruh
ataupun serikat buruh karena adanya:
- Perselisihan Hak, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak terpenuhinya hak buruh akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
- Perselisihan Kepentingan, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
- Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak;
- Perselisihan antar Serikat Buruh, yaitu perselisihan antara serikat buruh dengan serikat buruh lainnya dalam satu perusahaan, dikarenakan tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban serikat buruh.
Terhadap hal tersebut disebutkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bahwa perselisihan hubungan
industrial ini dimungkinkan untuk dapat diselesaikan melalui Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI). Berikut di bawah ini penjelasan lebih lanjut
mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat
dilakukan:
- Penyelesaian melalui perundingan bipartit, yaitu perundingan dua pihak antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan buruh atau serikat buruh. Bila dalam perundingan bipartit mencapai kata sepakat mengenai penyelesaiannya maka para pihak membuat perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun apabila dalam perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mendaftarkan kepada pejabat Dinas Tenaga Kerja setempat yang kemudian para pihak yang berselisih akan ditawarkan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut melalui jalan mediasi, konsiliasi atau arbitrase;
- Penyelesaian melalui mediasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral dari pihak Depnaker, yang antara lain mengenai perselisihan hak, kepentingan, PHK dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam mediasi bilamana para pihak sepakat maka akan dibuat perjanjian bersama yang kemudian akan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial, namun bilamana tidak ditemukan kata sepakat maka mediator akan mengeluarkan anjuran secara tertulis, bila anjuran diterima maka para pihak mendaftarkan anjuran tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan apabila para pihak atau salah satu pihak menolak anjuran maka pihak yang menolak dapat mengajukan tuntutan kepada pihak yang lain melalui pengadilan yang sama;
- Penyelesaian melalui konsiliasi, yaitu penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang konsiliator (yang dalam ketentuan undang-undang PHI adalah pegawai perantara swasta bukan dari Depnaker sebagaimana mediasi) dalam menyelesaikan perselisihan kepentingan, Pemutusan Hubungan Kerja dan perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan. Dalam hal terjadi kesepakatan maka akan dituangkan kedalam perjanjian bersama dan akan didaftarkan ke pengadilan terkait, namun bila tidak ada kata sepakat maka akan diberi anjuran yang boleh diterima ataupun ditolak, dan terhadap penolakan dari para pihak ataupun salah satu pihak maka dapat diajukan tuntutan kepada pihak lain melalui pengadilan hubungan industrial;
- Penyelesaian melalui arbitrase, yaitu penyelesaian perselisihan di luar pengadilan hubungan industrial atas perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan yang dapat ditempuh melalui kesepakatan tertulis yang berisi bahwa para pihak sepakat untuk menyerahkan perselisihan kepada para arbiter. Keputusan arbitrase merupakan keputusan final dan mengikat para pihak yang berselisih, dan para arbiter tersebut dipilih sendiri oleh para pihak yang berselisih dari daftar yang ditetapkan oleh menteri;
- Penyelesaian melalui pengadilan hubungan industrial, yaitu penyelesaian perselisihan melalui pengadilan yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri berdasarkan hukum acara perdata. Pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir terkait perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh, namun tidah terhadap perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja karena masih diperbolehkan upaya hukum ketingkat kasasi bagi para pihak yang tidak puas atas keputusan PHI, serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung bilamana terdapat bukti-bukti baru yang ditemukan oleh salah satu pihak yang berselisih.
Demikian penjelasan semoga bermanfaat.
sumber tanyahukum.com
Berita Populer
Jual beli hak atas tanah merupakan proses peralihan hak yang
sudah ada sejak jaman dahulu. Jual beli ini didasarkan pada hukum Adat, dan...
Kurang atau minimnya bukti kepemilikan atas tanah menjadi
salah satu penyebab dari minimnya proses pendaftaran...
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di
luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat ...
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 Tentang Peny...
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat
yang mengakibatkan adanya pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengus...
Pengunjung Kami
Halaman 1 dari 1
PROSEDUR
PELAYANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERHADAP BIDANG KETENAGAKERJAAN
Pemohon
(Masyarak
at)
Staf
sekretaria
t
Kepala
Dinas
Sekretaris Kepala
Bidang
Sekretaris Waktu Output
1 3 4 5 6 8 10
11 12
1 10 menit
Agenda surat masuk Persyaratan : surat
pengaduan
secara tertulis
dari pemohon
2 15 menit Form
Disposisi surat
3 15 menit
Disposisi kepala dinas
4 15 menit Buku
distribusi surat
yang telah
diparaf
5 15 menit
Disposisi Sekretaris
6 2 hari Konsep
Surat jawaban
pengaduan
7 15 menit
Konsep Surat jawaban
pengaduan
8 15 menit
Surat jawaban
pengaduan
9 15 menit
Surat jawaban
pengaduan
10 15 menit
Surat jawaban
pengaduan
Form disposisi
surat
No.
2
Persyaratan/
Kelengkapan
9
Mutu Baku
Mencatat surat
permohonan kedalam
buku agenda dan
menyampaikan surat
permohonan
kepada Kepala Dinas
Agenda surat
masuk
Menyusun konsep
jawaban pengaduan
yang berisi
penjelasan dan bilamana
perlu berisi
kesanggupan untuk
perbaikan
terhadap pelayanan sesuai
dengan pengaduan
masyarakat.
Konsep
diserahkan kembali kepada
sekretaris
Surat pengaduan
Konsep surat
jawaban
pengaduan
Keterangan
Pelaksana
Uraian Prosedur
Disposisi
Kepala Dinas
Menyampaikan
surat pengaduan ke
Sekretariat
Dinas Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi
Kota Malang
Menyampaikan
surat pengaduan dan
disposisi
kepala dinas kepada
Sekretaris .
Mendisposisi
surat kepada sekretaris
untuk memproses
pengaduan dan
menyerahkan
disposisi kepada staf.
Disposisi
kepala dinas dan buku
distribusi
surat ke bidang
Surat jawaban
pengaduan
Menandatangani
konsep jawaban
pengaduan dan
mengembalikan
kepada staf
sekretariat.
Menerima surat
jawaban atas
pengaduan.
Disposisi
sekretaris dan surat
pengaduan
Mengagenda dan
menyerahkan
jawaban
pengaduan kepada pemohon.
Konsep surat
jawaban
pengaduan
Surat jawaban
pengaduan
Memeriksa dan
memaraf konsep
jawaban
pengaduan dan meneruskan
kepada Kepala
Dinas.
Memerintahkan
kepada Kepala Kepala
Bidang terkait
untuk menindaklanjuti
pengaduan.
Tidak
Ya
Ups!
Terjadi masalah saat memuat laman lainnya. Mencoba kembali...
Terjadi masalah saat memuat laman lainnya. Mencoba kembali...
1 dari 1
Pelayanan Pengaduan.pdf
Pelayanan Pengaduan.pdf
Menampilkan Pelayanan Pengaduan.pdf.
PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU
Antara
Perusahaan ………………………………….. dengan Pekerja ……………………………………………………..
Yang bertanda tangan dibawah ini :
1. Nama : ……………………………………………………..
Jabatan : ………………………………………………………
Bertindak untuk dan atas
nama
PT. ………………………………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………..
Selanjutnya disebut
Pihak Pertama
2. Nama :……………………………..
Tmpt/Tgl Lahir : ……………………………..
Alamat : ……………………………
Selanjutnya disebut
Pihak Kedua
Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah sepakat dan saling mengikat diri untuk
membuat Perjanjian Kerja Waktu tertentu (PKWT) dengan ketentuan sebagai
berikut :
Pasal
1
Pihak Pertama bersedia menerima dan mempekerjakan Pihak Kedua sebagai
pekerja dengan jabatan di perusahaan PT …………………………. Yang berlokasi di
……………………………………. Untuk jangka waktu selama terhitung mulai tanggal
penandatanganan Surat Perjanjian Kerja ini.
Pasal 2
Pihak Kedua
sanggup mentaati peraturan yang dibuat oleh Pihak Pertama tanpa merasa dipaksa
oleh Pihak Pertama
Pasal 3
Pihak Pertama berhak
untuk memindahkan/memutasikan Pihak Kedua
ke Daerah/bagian lain sepanjang diperlukan oleh
Pihak Pertama, dengan biaya Pihak Pertama dan tidak mengurangi upah yang
telah diterima oleh Pihak Kedua.
a
Pasal 4
Untuk pekerjaan yang dilakukan oleh Pihak Kedua, Pihak Pertama membrikan
upah kepada Pihak Kedua, sebesar Rp. …………………………..Dengan perincian sebagai
berikut :
a. Gaji Pokok : ………………………………….
b. Tujangan : ………………………………….
Pasal 5
Dalam pembayaran upah sebagaimana disebutkan pada pasal 4 Pihak Pertama
akan memberikan Kepada Pihak Kedua setiap tanggal 1, apabila tanggal tersebut
jatuh pada tanggal hari libur nasional, maka akan dibayarkan pada hari
berikutnya.
Pasal 6
Disamping upah sebagaimana disebutkan pada Pasal 4, Pihak Pertama akan
memberikan kepada Pihak Kedua tunjangan berupa
:
a. Tunjangan kehadiran
b. Tunjangan keluarga (Istri dan 2 anak)
c. Tunjangan makan
Pasal 7
Yang dimaksud isteri pada pasal 6 adalah isteri yang sah menurut
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan yang dimaksud anak adalah yang
berumur kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah menikah.
Pasal 8
Selama Pihak kedua sakit Pihak Pertama akan menjamin kehidupan Pihak Kedua
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk 4 (empat) bulan pertama dibayar 100 % dari upah
b. Untuk 4 (empat bulan kedua dibayar 75 % dari upah
c. Untuk 4 (empat) bulan ketiga dibayar 50 % dari upah
d. Untuk 4 (empat) bulan keempat dibayar 25 % dari upah
Pasal 9
Pihak Kedua diikutkan dalam program Jamsostek sesuai dengan Undang-Undang
No. 3 tahun 1992, PP. No. 14 tahun 1993 yo PP. 79 tahun 1999 dan Permenaker No.
3/Men/1994
Pasal
10
Pihak Kedua mendapatkan hak cuti selama 12 (dua belas) hari kerja dan
mendapatkan upah penuh setelah bekerja terus menerus selama 12 (dua belas)
bulan
Pasal 11
Jumlah anak yang menjadi tanggungan sebagaimana disebutkan pada Pasal 6
adalah 2 (dua) anak dibawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum menikah.
Pasal 12
Pihak Pertama akan memberikan fasilitas kepada Pihak Kedua berupa :
a. Pengobatan
b. Kendaraan bermotor
Pasal 13
Perjanjian Kerja ini berakhir pada tanggal ………………………………………………………………… dengan
berakhirnya Perjanjian Kerja tersebut segala hak dan kewajiban akan berakhir
pada tanggal dan hari berakhirnya perjanjian Kerja ini.
Pasal 14
Bilamana Pihak Pertama akan memperpanjang Perjanjian Kerja dengan disetujui
oleh Pihak kedua. Maka Pihak Pertama harus memberitahukan terlebih dahulu
kepada Pihak Kedua, paling lambat 2 (dua) Minggu sebelum perjanjian Kerja ini
berakhir.
Pasal 15
Kedua belah Pihak sepakat bahwa hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian
Kerja ini, akan berpedoman kepada ketentuan …………….. Peraturan ……………………
perundang-undangan ketenagakerjaan atau kebiasaan yang berlaku
Pasal 16
Bilamana terjadi perselisihan atau salah satu pihak tidak puas tentang
perjanjian Kerja yang dibuat, maka kedua belah pihak setuju menyelesaikan
secara musyawarah untuk mufakat, bila tidak tercapai kata sepakat, maka
penyelesaiannya akan dimintakan pemerataan Kekantor Dinas Tenaga Kerja
setempat.
Pasal 17
Perjanjian Kerja ini dibuat rangkap 3 (tiga) yaitu masing-masing 1 (satu)
untuk Pihak Pertama dan Pihak kedua, dan 1 (satu) untuk Kantor Disnaker
setempat dan setelah dibaca dan dimengerti isinya, maka kedua belah pihak-pihak
mendatangani Perjanjian Kerja ini. Perjanjian Kerja ini dapat dirubah dan/atau
diperbaiki apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekliruan/kesalahan dalam
pembuatannya.
Jakarta , ………………………………..
PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA
-----------------
----------------------------
Saksi – saksi
1. ……………………………………..
2. ………………………………………
PERJANJIAN
KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (TETAP)
Yang
bertanda tangan dibawah ini :
Masing-masing
*)
Yang bertanda tangan dibawah
ini :
1. Nama : ……………………………………………………..
Alamat :
Jabatan
: ………………………………………………………
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas
Nama (……………………) berkedudukan di
(…………………………..) selanjutnya disebut
PIHAK PERTAMA
2. Nama :……………………………..
Alamat : ……………………………
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas
Nama (……………………) berkedudukan di
(…………………………..) selanjutnya disebut
PIHAK KEDUA
Pada hari ini (…………………)Tanggal
(…………..) Bulan (………………..) dengan memilih dan mengambil tempat dikantor
(………………………) PIHAK PERTAMA DAN
PIHAK KEDUA setuju dan sepakat untuk mengikatkan diri dalam satu
perjanjiankerja dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
PASAL 1
1.
Perjanjian
kerja ini adalah perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu (PKWTT) dengan
masa percobaan (bulan yang dihitung sejak penandatanganansurat perjanjian ini
2.
Selama
masa percobaanPIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dapat mengakhiri secara sepihak
hubungan kerja tanpa ada tuntutan imbalan dalam bentuk apapun juga dari pihak
lainnya.
PASAL 2
1.
Jenis
pekerjaan yang diterima oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUAadalah pekerjaan
(……………..) PT.(…………………………..)
2.
Dengan
memperhatikan kemampuan dan keterampilan PIHAK KEDUA maka PIHAK PERTAMA dapat
memberikan pekerjaan lain di lingkungan PT. (………………….)
PASAL 3
1.
PIHAK
PERTAMA menyatakan sanggup memberikan gaji (……………..) setiap bulan kepada PIHAK
KEDUA yang dibayarkan pada setiap tanggal (…….) setiap bulan (……………)
2.
Apabila
tanggal pembayaran gaji tersebut jatuh pada hari libur atau yang diliburkan
maka pembayaran upah tersebut dilakukan
pada hari kerja sebelumnya.
3.
PIHAK
PERTAMA manyatakan akan memberikantunjangan transportasi dan makan sjaminan
kematiabasar Rp. )…………………..)setiap bulan kehadiran kerja PIHAK KEDUA
4.
Tunjangan
sebagai mana disebut pada ayat 1 tidak akan diberikan apabila PIHAK KEDUA tidak
hadir untuk kerja kecuali ksrena PIHAK KEDUA ditugaskan PIHAK PERTAMAuntuk
melakukan tugas dinas dilingkungan kerja.
PASAL 4
1.
Hari
kerja normal adalah (……………….)hari kerja dalam tujuh hari kalender
2.
Jam
kerja normal di mulai pada pukul (……..)WIB dan berakhir pada pukul (…………..) WIB
termasuk (……….) jam istirahat.
PASAL 5
1.
Dalm
hal tersedia pekerjaan yang harus segera diselesaikan atau bersifat mendesak
dan PIHAK KEDUA diharuskan masuk kerja maka kelebihan jam kerja harus
diperhitungkansebagai jam lembur
2.
Perhitungan
besarnya upah lembur harus didasarkan pada perundang-undangan yang berlaku
3.
Pembayaran
upah lembur akan dibayarkan bersamaan dengan pembayaran gaji yang akan diterima
PIHAK KEDUA
PASAL 6
1.
PIHAK
PERTAMA wajib mengikutsertakan PIHAK KEDUA pada Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja yang mencakup :
-
Jaminan Hari Tua
-
Jaminan
Kecelakaan Kerja
-
Jaminan
kesehatan
2.
Hak
dan Kewajiban PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dalam mengikutsertakan pada Program
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja tersebut mengacu pada ketentuan yang
berlaku.
1. PIHAK KEDUA berhak mendapatkan cuti selama [...] hari kerja setelah PIHAK KEDUA bekerja selama [...] bulan secara terus menerus.
2. Apabila PIHAK KEDUA menggunakan hak cutinya sebagaimana diatur dalam ayat 1 harus diajukan selambat-lambatnya [...] hari kerja sebelum pelaksanaan cuti dengan mendapat pengesahan berupa tanda tangan dan izin dari atasan langsung PIHAK KEDUA.
PASAL 8
1. PIHAK KEDUA menyatakan bersedia dan sanggup bekerja pada PIHAK PERTAMA serta mematuhi dan mentaati seluruh peraturan tata tertib yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.
2. Apabila PIHAK KEDUA melakukan pelanggaran atas peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA maka atas pelanggaran tersebut PIHAK KEDUA dapat menjatuhi hukuman sebagai berikut.
a. Peringatan baik lisan maupun tertulis; atau b. Skorsing, atau
c. Pemutusan Hubungan Pekerjaan (PHK), atau
d. Hukuman dalam bentuk lain dengan merujuk kepada Peraturan Pemerintah yang mengaturnya.
PASAL 9
Selama berlakunya perjanjian kerja ini, PIHAK KEDUA dilarang untuk melakukan kerja rangkap diperusahakan lain dengan alasan apapun juga, kecuali apabila PIHAK KEDUA telah mendapat persetujuan secara tertulis dari PIHAK PERTAMA.
PASAL 10
Pemutusan hubungan kerja antara PIHAK PERTAMA dengan PIHAK KEDUA dapat dilakukan dengan tetap mengindahkan prosedur, syarat-syarat dan konsekuensi pengakhiran hubungan kerja sesuai ketentuan undang-undang ketenagakerjaan.
PASAL 11
1. Perjanjian kerja ini akan berakhir dengan sendirinya jika PIHAK KEDUA meninggal dunia.
2. Meninggalnya PIHAK PERTAMA tidak dapat menjadi alasan untuk mengakhiri perjanjian kecuali atas persetujuan tertulis PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA berhak mendapat kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan ketenagakerjaan.
3. Pengakhiran perjanjian dikarenakan PIHAK KEDUA meninggal dunia sebagaimana diatur pada ayat
1 maka seluruh hak atas kompensasi pengakhiran hubungan kerja tersebut menjadi hak ahli waris yang sah dari PIHAK KEDUA.
PASAL 13
Perjanjian kerja ini batal dengan sendirinya jika karena keadaan atau situasi yang memaksa, seperti: bencana alam, pemberontakan, huru-hara, kerusuhan, peraturan pemerintah atau apa pun yang mengakibatkan perjanjian kerja ini tidak mungkin lagi untuk diwujudkan.
PASAL 12
1. Perjanjian ini dan segala akibat hukumnya, hanya tunduk pada hukum dan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
2. Apabila terjadi perselisihan atas penafsiran dan atau pelaksanaan atas perjanjian ini diselesaikan secara musyawarah.
3. Dalam hal musyawarah seperti yang tersebut dalam ayat 2 tidak tercapai maka para pihak sepakat untuk memilih domisili hukum yang tetap pada kantor kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial [....................] untuk menyelesaikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
PASAL 13
Demikian perjanjian ini dibuat oleh para pihak dalam keadaan sadar, sehat jasmani dan rohani serta tanpa paksaan dari pihak manapun dalam rangkap 2 (dua) dan masing-masing bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
[ .........................] [............................]
Lucky 15 Casino & Hotel - Mapyro
BalasHapusFind 목포 출장안마 your way around the casino, 창원 출장안마 find where 도레미시디 출장샵 to 통영 출장마사지 stay, and what's popular at Lucky 15 Casino & Hotel in Northfield. Rating: 2.4 평택 출장안마 · 25 votes